Senin, 26 Desember 2016

Kedudukan dan Sifat Konstitusi


            konstitusi yang berlaku didunia pada umumnya merupakan dokumen atau hasil kodifikasi (dibukukan secara sistematis), yang secara mum berisi hal-hal yang mendasar dari suatu negara yang berupa aturan-aturan dasar atau norma-norma dasar yang digunakan sebagai pedoman pokok negara.
            Pada hakikatnya konstitusi berisi tiga hal pokok, yaitu:
a.       Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya.
b.      Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
c.       Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.

Menurut Lemhannas (2011:18-19), konstitusi suatu negara pada umumnya memuat tujuan nasional yang ingin dicapai dalam kehidupan negara, memuat landasan ideologi yang melandasi filosofi kebijakan politik kenegaraan, memuat aturan-aturan dasar tentang bentuk negara, bentuk pemerintahan, penetapan kelembagaan negara, sistem dan tata kelola pemerintahan negara, sistem kewilayahan negara, sistem dan tata kelola pemerintahan negara, sistem kewilayahan negara, sistem politik dan kekuasaan, sistem hukum, sistem ekonomi, sistem sosial, memuat tentang hak dan kewajiban negara, hak dan kewajiban warga negara, serta bahasa, lagu kebangsaan, serta lambang dan simbol-simbol negara.

Pada umumnya, konstitusi dalam setiap negara di dunia memiliki kedudukan formal yang sama, yaitu sebagai: a. hukum dasar, dan b. Hukum tertinggi.
1.        Konstitusi sebagai hukum dasar, karena berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu negara. Jadi, konstitusi menjadi: a. dasar adanya; b. Sumber kekuasaan bagi setiap lembaga negara; dan c. Dasar adanya dan sumber bagi isi aturan hukum yang ada di bawahnya.
2.        Konstitusi sebagai hukum tertinggi, aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hirarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karenanya, aturan-aturan lain dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak bertentangan dengan undang-undang dasar.

Menurut Lemhannas (2011:19), kedudukan konstitusi adalah “merupakan sumber dasar dari seluruh hukum negara”, sehingga semua peraturan perundang-undangan yang dibentuk dan ditetapkan sebagai kebijakan politik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam knstitusi negara. Jika suatu perundang-undangan dianggap menyimpang dari nilai-nilai konstitusi, maka dapat dilakukan judicial review (uji materil) melalui lembaga peradilan yang diberi kewenangan, seperti mahkamah konstitusi untuk uji materil undang-undang danmahkamah agung untuk uji materil peraturan dibawah undang-undang.Menurut Thaib, dkk. (2008:17-18) “konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa”.
Menurut Budiardjo (2005) konstitusi atau undang-undang dasar itu memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.    Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (pusat) dengan pemerintah daerah (negara bagian), prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yiridiksi lembaga negara.
2.    Hak-hak asasi manusia
3.    Prosedur mengubah undang-undang dasar
4.    Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-undang dasar. Misalnya: dalam UUD 1945 dilarang menubah bentuk negara kesatuan”.

            Konstitusi yang ada pada suatu negara memiliki sifat membatasi kekuasaan pemerintahan dan menjamin hak-hak dasar warga negara. Menurut Asshiddiqie, (2009: 110) “sifat konstitusi biasanya dikaitkan dengan pembahasan tentang sifat-sifatnya yang lentur (fleksibel), atau kaku (rigid), tertulis atau tdak tertulis, dan sifatnya yang formal atau materil”.
Konstitusi dikatakan lentur atau kaku adalah (i) apakah terhadap naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau sulit, dan (ii) apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti perkembangan kebutuhan zaman. Dalam konteks negar Indonesia, mekanisme perubahan atau amandemen UUD dapat dilihat dalam pasal 37 batang tubuh UUD 1945.
            Berdasarkan pasal 37 UUD 1945 (perubahan keempat), menyatakan bahwa:
1.      Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
2.      Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3.      Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
4.      Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.

Menurut Busroh (2001:89) “konstitusi dalam arti formal adalah perhatian terhadap prosedur, pembentukannya harus istimewa dibandingkan dengan pembentukan undang-undang lain”.Sedangkan konstitusi dalam arti materil adalah perhatian terhadap isinya yang terdiri atas pokok yang penting dari struktur dan organisasi negara.

DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Benny, dkk. 2016. Peuntun Perkuliahan Kewargnegaraan. Serang:
            Untirta
Bakry, Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka 
            Pelajar.
Pasaribu, Payerli. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Medan: Universitas 
            Negeri Medan   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar