konstitusi yang berlaku didunia pada
umumnya merupakan dokumen atau hasil kodifikasi (dibukukan secara sistematis),
yang secara mum berisi hal-hal yang mendasar dari suatu negara yang berupa
aturan-aturan dasar atau norma-norma dasar yang digunakan sebagai pedoman pokok
negara.
Pada hakikatnya konstitusi berisi
tiga hal pokok, yaitu:
a. Adanya
jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya.
b. Ditetapkan
susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
c. Adanya
pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Menurut
Lemhannas (2011:18-19), konstitusi suatu negara pada umumnya memuat tujuan
nasional yang ingin dicapai dalam kehidupan negara, memuat landasan ideologi
yang melandasi filosofi kebijakan politik kenegaraan, memuat aturan-aturan
dasar tentang bentuk negara, bentuk pemerintahan, penetapan kelembagaan negara,
sistem dan tata kelola pemerintahan negara, sistem kewilayahan negara, sistem
dan tata kelola pemerintahan negara, sistem kewilayahan negara, sistem politik
dan kekuasaan, sistem hukum, sistem ekonomi, sistem sosial, memuat tentang hak
dan kewajiban negara, hak dan kewajiban warga negara, serta bahasa, lagu
kebangsaan, serta lambang dan simbol-simbol negara.
Pada umumnya,
konstitusi dalam setiap negara di dunia memiliki kedudukan formal yang sama,
yaitu sebagai: a. hukum dasar, dan b. Hukum tertinggi.
1.
Konstitusi sebagai hukum dasar, karena
berisi aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu
negara. Jadi, konstitusi menjadi: a. dasar adanya; b. Sumber kekuasaan bagi
setiap lembaga negara; dan c. Dasar adanya dan sumber bagi isi aturan hukum
yang ada di bawahnya.
2.
Konstitusi sebagai hukum tertinggi,
aturan-aturan yang terdapat dalam konstitusi, secara hirarkis mempunyai
kedudukan lebih tinggi terhadap aturan-aturan lainnya. Oleh karenanya,
aturan-aturan lain dibuat oleh pembentuk undang-undang harus sesuai atau tidak
bertentangan dengan undang-undang dasar.
Menurut
Lemhannas (2011:19), kedudukan konstitusi adalah “merupakan sumber dasar dari
seluruh hukum negara”, sehingga semua peraturan perundang-undangan yang
dibentuk dan ditetapkan sebagai kebijakan politik tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam knstitusi negara. Jika suatu
perundang-undangan dianggap menyimpang dari nilai-nilai konstitusi, maka dapat
dilakukan judicial review (uji
materil) melalui lembaga peradilan yang diberi kewenangan, seperti mahkamah
konstitusi untuk uji materil undang-undang danmahkamah agung untuk uji materil
peraturan dibawah undang-undang.Menurut Thaib, dkk. (2008:17-18) “konstitusi
berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian
secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan
kekuasaan melawan golongan penguasa”.
Menurut
Budiardjo (2005) konstitusi atau undang-undang dasar itu memuat
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Organisasi
negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Dalam negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal
(pusat) dengan pemerintah daerah (negara bagian), prosedur penyelesaian masalah
pelanggaran yiridiksi lembaga negara.
2. Hak-hak
asasi manusia
3. Prosedur
mengubah undang-undang dasar
4. Adakalanya
memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-undang dasar.
Misalnya: dalam UUD 1945 dilarang menubah bentuk negara kesatuan”.
Konstitusi
yang ada pada suatu negara memiliki sifat membatasi kekuasaan pemerintahan dan
menjamin hak-hak dasar warga negara. Menurut Asshiddiqie, (2009: 110) “sifat
konstitusi biasanya dikaitkan dengan pembahasan tentang sifat-sifatnya yang
lentur (fleksibel), atau kaku (rigid), tertulis atau tdak tertulis, dan
sifatnya yang formal atau materil”.
Konstitusi
dikatakan lentur atau kaku adalah (i) apakah terhadap naskah konstitusi itu
dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau
sulit, dan (ii) apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti
perkembangan kebutuhan zaman. Dalam konteks negar Indonesia, mekanisme
perubahan atau amandemen UUD dapat dilihat dalam pasal 37 batang tubuh UUD
1945.
Berdasarkan
pasal 37 UUD 1945 (perubahan keempat), menyatakan bahwa:
1. Usul
perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan
oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
2. Setiap
usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan
jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk
mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota MPR.
4. Putusan
untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya
lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
Menurut Busroh
(2001:89) “konstitusi dalam arti formal adalah perhatian terhadap prosedur,
pembentukannya harus istimewa dibandingkan dengan pembentukan undang-undang
lain”.Sedangkan konstitusi dalam arti materil adalah perhatian terhadap isinya
yang terdiri atas pokok yang penting dari struktur dan organisasi negara.
DAFTAR PUSTAKA
Irawan,
Benny, dkk. 2016. Peuntun Perkuliahan
Kewargnegaraan. Serang:
Untirta
Bakry,
Noor Ms. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:
Pustaka
Pelajar.
Pasaribu,
Payerli. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan. Medan: Universitas
Negeri Medan
https://www.academia.edu/12241890/makalah_negara_dan_konstitusi_tugas_mata_kuliah_pendidikan_kewarganegaraan, diakses tanggal
20/02/2016.09:34 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar