Filsafat sangat anyak aliran dan jenisnya, salah satunya
adalah filsafat positivism ini. Positivisme diartikan sebagai suatu pandangan
yang sejalan dengan empirisme, menempatkan penghayatan yang penting serta
mendalam yang bertujuan untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan yang
nyata, karena harus didasarkan kepada hal-hal yang positivisme. Hal ini berbeda
dengan empirisme yang bersifat lebih lunak karena empirisme juga mau menerima
pengalaman-pengalaman yang bersifat batiniah atau pengalaman-pengalaman yang
bersifat subjektif juga. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah
yang logis, ada bukti empirisme, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan
penting Positivisme.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan
ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak
aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi,
semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya
spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti
yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi
tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja
merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada
spekulasi yang dapat menjadi pengetahuan.
Positivisme yang merupakan satu aliran filsafat modern.
Secara umum boleh dikatakan bahwa akar sejarah pemikiran positivisme dapat
dikembalikan kepada masa Hume (1711-1776) dan Kant (1724-1804). Hume
berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui
percobaan (aliran Empirisme). Sementara Kant adalah orang yang melaksanakan
pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap
pikiran murni / aliran Kritisisme). Selain itu Kant juga membuat
batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk
menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman sebagai
porosnya. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar
1825). Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh
seorang filosof berkebangsaan Inggris yang bernama Francis Bacon yang hidup di
sekitar abad ke-17 .
Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi,
komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan
dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.
Pada paruh kedua abad XIX munculah Auguste Comte (1798-1857), seorang
filsuf sosial berkebangsaan Perancis, yang menggunakan istilah ini
kemudian mematoknya secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah
tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya yang berjudul Course de
Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-1842), yang diterbitkan
dalam enam jilid.
Setidaknya seperti itulah gambaran umum mengenai filsafat positivisme
dan sejarah singkatnya sehingga dapat terlahir filsafat positivisme.
Tahap-tahap perkembangan positivisme
Terdapat
tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme
pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada
teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang
dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte,
JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam
positivisme (empirio-positivisme) berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan
dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang
obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam
Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang
psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subjektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap
terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath,
Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh
pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin.
Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis,
positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini
diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan
lain-lain.
Ide-ide pokok positivisme
Ide-ide
pokok positivisme, antara lain :
1. Ilmu pengetahuan merupakan jenis
pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya, dan karenanya kajian filsafat
harus juga bersifat ilmiah .
2. Hanya ada satu jenis metode ilmiah
yang berlaku secara umum, untuk segala bidang atau disiplin ilmu, yakni metode
penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam ilmu alam.
3. Pandangan-pandangan metafisik tidak
dapat diterima sebagai ilmu, tetapi "sekadar" merupakan
pseudoscientific.
Selain itu filsafat positivisme juga
memiliki cirri khas dan karakter tersendiri yang membedakannya dengan filsafat
yang lain. Diantara ciri-ciri
positivisme antara lain yaitu :
a.
Objektif/bebas
nilai: dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti
mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai.
b.
Fenomenalisme,
dibuktikan bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi.
c.
Nominalisme,
bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang nyata.
d.
Reduksionisme,
realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.
e.
Naturalisme,
dibuktikan tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang
meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati).
f.
Mekanisme:
dibuktikan bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang
dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis).
DAFTAR
PUSTAKA
Aliandi
bin Ali, Iqbal Tawakal. [2016]. Makalah
Filsafat: Positivisme. [Online]. Tersedia: http://mulaidenganyangmudah.blogspot.co.id/2016/04/makalah-filsafatpositivisme.html. [11 Desember 2016].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar